LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI B NOMOR 01
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 02 TAHUN 2005
TENTANG
PAJAK REKLAME
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI
Menimbang
:
a.
bahwa reklame merupakan salah satu bentuk atau media yang dipergunakan untuk memperkenalkan sesuatu barang ,jasa atau orang guna menarik perhatian umum;
b.
bahwa ketentuan tentang Pajak Reklame sebagaimana yang telah diatur pada peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Jambi Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame ,saat ini tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan perlu di atur kembali;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana di maksud dalam huruf a dan huruf b ,perlu membentuk Peraturan Daerah Kota Jambi tentang Pajak Reklame.
Mengingat
:
1.
Undang-undang nomor 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1092);
2.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3.
Undang-undang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
4.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53.Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
5.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54,Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4138);
9.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman dan Tata Cara Pungutan Pajak Daerah;
10.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di bidang Pajak Daerah;
11.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 Tahun 1999 tentang Sistem dan Prosedur Administrasi Pajak Daerah,Retribusi Daerah Dan Penerimaan Pendapatan dan lain-lain;
12.
Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Menteri Muatan Produk-produk Hukum Daerah;
13.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten Kota;
14.
Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 03 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi Dinas-dinas Dereah Kota Jambi (Lembaran Daerah Kota Jambi Tahun 2001 Nomor 06). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH KOTA JAMBI
Dan
WALIKOTA JAMBI MEMUTUSKAN :
Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI TENTANG PAJAK REKLAME
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal I
Dalam Peraturan Daerah ini yang di maksud dengan :
1.
Daerah adalah Kota Jambi;
2.
Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah;
3.
Walikota adalah Walikota Jambi;
4.
Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kota Jambi;
5.
Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Jambi;
6.
Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Daerah kota Jambi;
7.
Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, badan usaha tetap dan bentuk badan lainnya;
8.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang perpajakan Daerah sesuai peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
9.
Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah;
10.
Reklame adalah benda,alat,perbuatan atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya yang dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan, atau memujikan suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat, di baca, dan atau dapat didengar dari suatu tempat oleh umum;
11.
Penyelenggara reklame adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggung jawabnya;
12.
Pajak reklame yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutuan Daerah berupa pajak atas setiap penyelenggaraan reklame;
13.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya yang diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak reklame;
14.
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama denga 1 (satu) bulan takwin atau sama dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame;
15.
Pajak terutang adalah pajak reklame yang harus dibayar dimuka pada suatu saat dalam masa pajak;
16.
Surat Pmberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut SPTPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan Perundang-undangan perpajakan Daerah;
17.
Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut SKPD adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang;
18.
Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda;
19.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disebut SKPDKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pajak terutang,jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;
20.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disebut SKPDKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
21.
Penyidikan tindak Pidana dibidang Pajak Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil unutk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya;
22.
Penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melakukan penyidikan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
BAB II PENYELENGGARAAN REKLAME
Pasal 2
(1)
Setiap penyelenggaraan reklame dalam Kota Jambi harus mendapat izin dari walikota.
(2)
Tata cara penyelenggaraan reklame sebagaiman dimaksud pada ayat ( 1 ) diatur lebih lanjut dengan peraturan Walikota.
BAB III NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 3
Dengan nama Pajak Reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame.
Pasal 4
(1)
Objek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame yang meliputi :
a.
Reklame papan, billboard, megatron, neon sign, neon box dan sejenisnya.
b.
Reklame kain dalam bentuk spanduk, umbul-umbul, baliho, banner, layar dan sejenisnya.
c.
Reklame branding dalam bentuk pemasangan atau pengecatan dinding, gerobak dan sejenisnya.
d.
Reklame melekat dalam bentuk stiker, poster dan sejenisnya.
e.
Reklame kendaraan.
f.
Reklame selebaran.
g.
Reklame peragaan.
h.
Reklame udara.
(1)
Tidak termasuk objek pajak sebagaiman dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah :
a.
Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan dan sejenisnya.
b.
Penyelenggaraan reklame oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
c.
Penyelenggaraan reklame oleh organisasi politik hanya mengenai politik.
d.
Penyelenggaraan reklame oleh organisasi sosial dan organisasi profesi tanpa mengandung unsur komersial.
e.
Penyelenggaraan reklame semata-mata untuk kepentingan umum dan tidak bersifat komersial serta tidak menggunakan sponsor.
Pasal 5
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame atau melakukan pemasangan reklame,yang juga merupakan sebagai Wajib Pajak. BAB IV DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK
Pasal 6
(1)
Dasar pengenaan pajak adalah nilai sewa reklame.
(2)
Nilai sewa reklame sebagaimana di maksud pada ayat (1) diperhitungkan dengan memperhatikan lokasi penempatan,jenis reklame,jangka waktu penyelenggaraan dan ukuran media reklame.
(3)
Nilai sewa sebagai dasar pengenaan pajak dari masing-masing jenis reklame,dihitung dengan menggunakan rumus : Luas reklame x jumlah reklame x nilai strategis lokasi x jangka waktu pemasangan.
(4)
Penghitungan nilai sewa reklame diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota.
Pasal 7
Dalam rangka menentukan ukuran luas reklame dihitung berdaskan bentuk dari masing-masing jenis reklame yang ditetapkan sebagai berikut :
a.
Reklame yang mempunyai bingkai atau batas,di hitung dari bingkai atau batas paling luar dimana seluruh gambar, kalimat atau huruf-huruf tersebut berada didalamnya.
b.
Reklame yang tidak berbingkai, dihitung dari gambar, kalimat atau huruf-huruf yang paling luar dengan cara menarik garis lurus vertikal dan horizontal sehingga merupakan empat persegi.
c.
Reklame yang berbentuk bola, oval, dihitung dengan rumus berdasarkan bentuk masing-masing reklame. Pasal 8
(1)
Reklame papan merk usaha yang menyatu dengan tempat usaha ukuran luas reklame minimal 1,00m x 1,50m.
(2)
Bagi usaha yang tidak memasang papan merk atau memiliki papan merk dengan ukuran kurang dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka perhitungan luas reklame disamakan dengan ukuran minimal 1,00m x 1.50m. Pasal 9
(1)
Tarif pajak ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen).
(2)
Khusus untuk reklame yang mempromosikan produk rokok dan minuman berakohol,tarif pajak ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen). Pasal 10
Besarnya pokok pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dengan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9.
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 11
(1)
Wilayah pemungutan pajak reklame adalah Kota Jambi.
(2)
Khusus untuk reklame kendaraan, pemungutan pajak berdasarkan azas domisili yaitu kendaraan yang memiliki Nomor Polisi Kota Jambi atau kendaraan yang memiliki Nomor Polisi diluar kota Jambi tetapi beroperasional dalam Kota Jambi.
BAB VI
MASA PAJAK DAN SAAT PAJAK TERUTANG
Pasal 12
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwin atau sama dengan jangka waktu penyelenggaraan reklame.
Pasal 13
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat reklame diselenggarakan atau dipasang. BAB VII
TATA CARA PENDATAAN PAJAK Pasal 14
(1)
Pendataan pajak dilaksanakan melalui pendaftaran dan pendataan terhadap objek pajak dan Wajib pajak.
(2)
Kegiatan pendaftaran pajak diawali dengan mempersiapkan dokumen yang diperlukan, berupa formulir pendaftaran yang diisi oleh Wajib Pajak dengan jelas, lengkap dan benar.
(3)
Untuk mendapatkan data potensi pajak, dilakukan pendataan melalui penelitian dokumen data dan survey lapangan terhadap objek pajak.
(4)
Petugas pajak mencatat data-data dan dokumen dimaksud kedalam Daftar Induk Wajib Pajak dan untuk pemasangan reklame yang bersifat permanen selanjutnya diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
(5)
Data perpajakan setelah diperoleh secara lengkap dihimpun dan dicatat kedalam kartu data untuk diproses dan dipergunakan sebagai dasar perhitungan pajak terutang. BAB VIII
TATA CARA PENETAPAN PAJAK
Pasal 15
Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (3) setiap awal tahun pajak atau awal masa pajak wajib mengisi SPTPD.
Pasal 16
(1)
SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dipergunakan untuk memperhitungkan dan menetapkan pajak terutang.
(2)
Berdasarkan SPTPD dimaksud Kepala Dinas Pendapatan Daerah menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(3)
Terhadap Wajib pajak yang tidak mengisi SPTPD Kepala Dinas Pendapatan Daerah berwenang menetapkan pajak terutang secara jabatan dengan menerbitkan SKPD.
(4)
Penetapan pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan berdasarkan data yang ada atau keterangan-keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Pasal 17
(1)
Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbikan :
a.
SKPDKB,apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak terutang tidak dibayar atau kurang dibayar.
b.
SKPDKBT,apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak terutang.
(2)
Penerbitan SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sesudah saat terutangnya pajak.
BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 18
(1)
Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus dimuka.
(2)
Pembayaran pajak dilakukan dengan mempergunakan SKPD.
(3)
Setiap pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
Pasal 19
Pajak terutang dalam suatu masa pajak harus dibayar atau dilunasi dimuka dalam jangka waktu :
a.
Untuk pemasangan reklame yang bersifat permanen, paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya SKPD.
b.
Untuk pemasangan reklame yang bersifat insidentil, paling lambat 1 (satu) hari sebelum reklame tersebut dipasang.Pasal 20
(1)
Pembayaran pajak dilakukan melalui Bendaharawan Khusus Penerima Dinas Pendapatan Daerah.
(2)
Hasil penerimaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Daerah paling lama 1 x 24 jam kecuali hari libur dapat dilakukan pada hari kerja pertama berikutnya.
(3)
Bendaharawan Khusus penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 21
(1)
Atas permohonan Wajib Pajak, Kepala Dinas Pendapatan Daerah dengan
pertimbangan tertentu dapat memberikan persetujuan unutk mengangsur pembayaran tunggakan pajak terutang dalam kurun waktu tertentu.
(2)
Angsuran pembayaran tunggakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara teratur dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan. BAB X
TATA CARA PENAGIHAN TUNGGAKAN PAJAK
Pasal 22
(1)
Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf a pajak terutang tidak dilunasi, maka kepada Wajib Pajak diberikan surat teguran yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran pajak.
(2)
Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Wajib Pajak atau kuasanya, maka pajak terutang harus dilunasi. Pasal 23
(1)
Setelah 7 hari sejak diterimanya Surat Teguran pertama, ternyata Wajib Pajak belum melunasi pajak terutang ,maka dikeluarkan Surat Teguran Kedua.
(2)
Apabila dalam jangka waktu setelah 7 (tujuh) hari sejak diterimanya Surat Teguran kedua, ternyata wajib pajak belum juga melunasi pajak terutang, maka dikeluarkan Surat Teguran Ketiga. Pasal 24
(1)
Apabila pajak terutang tidak dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran Ketiga, maka tunggakan pajak ditagih dengan STPD yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak dikeluarkannya Surat Teguran Ketiga.
(2)
Dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Wajib Pajak atau kuasanya, maka tunggakan pajak harus dilunasi oleh Wajib Pajak. Pasal 25
(1)
Hak penagihan tunggakan pajak tidak dapat dilakukan lagi (kadaluarsa) setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah.
(2)
Kadaluarsa penagihan tunggakan pajak sebgaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a.
Diterbitkan Surat Teguran dan atau STPD; ata
b.
Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XI
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 26
(1)
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan, keringanan dan atau pembebasan pajak kepada Walikota atau Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
(2)
Tata cara pengurangan, keringanan dan atau pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebuh lanjut dengan Peraturan Walikota.
BAB XII
KEBERATAN PAJAK
Pasal 27
(1)
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan pajak kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah terhadap :
a.
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD);
b.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB);
c.
Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
(2)
Keberatan atas ketetapan pajak sebagamana dimaksud pada ayat (1) harus diajukan secara tertulis dengan alasan dan bukti-bukti yang jelas dan disampaikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan diterbitkan.
(3)
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak terutang dan pelaksanaan penagihan pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Pasal 28
(1)
Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima,harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
(2)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa menerima baik sebagian maupun seluruhnya atau menolak keberatan tersebut dengan disertai alasan penolakkan.
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah tidak memberikan suatu keputusan, maka keberatan yang diajkan dianggap diterima.
BAB XIII
BIAYA BONGKAR REKLAME
Pasal 29
(1)
Untuk setiap pemasangan reklame baru, selain dikenanakan pajak reklame juga diwajibkan membayar biaya bongkar reklame.
(2)
Biaya bongkar reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebesar sebagai berikut :
a.
10 % (sepuluh persen) sari besarnya pokok pajak untuk jenis :
1)
Reklame papan, billboard, megarron, neon atau pengecetan Dinding, gerobak dan sejenisnya.
2)
Reklame melekat dalam bentuk stiker, oster dan sejenisnya.
b.
Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) perlembar untuk jenis reklame kain dalam bentuk spanduk, umbul-umbul, banner dan layar.
c.
Rp.20.000,- (dua puluh ribu rupiah) perlembar untuk jenis reklame kain dalam bentuk baliho yang terbuat dari bahan kain atau papan triplex dengan pemasangan insidentil.
(3)
Biaya bongkar reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara. BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 30
(1)
Setiap wajib Pajak yang karena kelalaiannya sehingga diterbitkan SKPDKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar.
(2)
Setiap wajib pajak yang karena kesalahannya sehingga diterbitkan SKPDKBT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
(3)
Keterlambatan Wajib Pajak membayar atau melunasi pajak terutang tidak sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap satu bulan dari jumlah pajak terutang.
(4)
Terhadap Wajib Pajak yang diberikan persetujuan untuk mengangsur pembayaran tunggakan pajak terutang sebagimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap satu bulan dari jumlah pajak terutang.
(5)
Denda dan kenaikan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) disetorkan ke Kas Daerah.
Pasal 31
Terhadap pemasangan reklame yang bersifat insidentil,setiap Wajib pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf b,tanpa mengurangi kewajiban melunasi tunggakan pajak terhadap reklame yang terpasang dibongkar oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 32
Setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,tanpa mengurangi kewajiban melunasi tunggakan pajak terhadap reklame yang terpasang dibongkar olah Pemerintah Daerah. BAB XV
PENYIDIKAN
Pasal 33
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2)
Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) adalah :
a.
Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b.
Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
c.
Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
d.
Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
e.
Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta malakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.
f.
Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
g.
Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h.
Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah;
i.
Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j.
Menghentikan penyidikan;
k.
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab;
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut Umum melalui koordinasi Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1)
Setiap Wajib Pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 24 ayat (2), pasal 30 ayat (1), Pasal 31 dan Pasal 32 diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak teutang.
(2)
Setiap wajib pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat (2) diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang.
(3)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku, maka peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Jambi Nomor 05 Tahun 1998 tentang Pajak Reklame dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 36
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Jambi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar